Akhir-akhir ini berbagai penjuru negeri
kita sering dilanda bencana dan petaka. Salah satu penyebab datangnya bencana
ialah air hujan. Fenomena yang sering terjadi di depan mata kita ini adalah
bukti nyata bahwa hujan yang sedia kala adalah wujud dari rahmat Allah, namun
bisa saja berubah menjadi tentara Allah yang membinasakan orang-orang yang
durhaka kepada-Nya. Dengan demikian, hujan bagaikan pisau bermata dua, bisa
menguntungkan dan bisa mencelakakan.
Di antara bukti sejarah akan fungsi
hujan yang kelima ini ialah kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Bagaimana dengan
hujan yang turun dari langit, Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas keangkuhan
kaum nabi Nuh ‘alaihissalam.
فَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاء بِمَاء مُّنْهَمِرٍ {11} وَفَجَّرْنَا الْأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاء عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ - القمر: 11-12
“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang
tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah
air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan.” (QS. Al Qamar:
11-12).
Dan seperti yang Anda saksikan dan
mungkin juga pernah rasakan, bila hujan telah berubah menjadi tentara Allah
Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak ada kekuatan yang dapat membendungnya.
وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلاَ تَكُن مَّعَ الْكَافِرِينَ {42} قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاء قَالَ لاَ عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِلاَّ مَن رَّحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
“Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh
terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu
berada bersama orang-orang yang kafir. Anaknya menjawab: "Aku akan mencari
perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata:
"Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja)
Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya;
maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud:
42-43).
Memahami fungsi hujan yang bagaikan
pisau bermata dua, dahulu Nabi e bila menyaksikan mendung beliau begitu kawatir
dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berkata;
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan mendung ini.”
dan bila hujan telah turun beliau
berdoa;
اللهُم صَيباً نَافعاً
“Ya Allah jadikanlah hujan ini hujan yang bermanfaat.” (HR. Bukhari, Abu
Daud, dan lainnya).
Saudaraku, fenomena yang sekarang
terjadi di negeri kita sudah sepantasnya mengetuk pintu hati kita. Betapa
negeri kita yang dahulu gemah ripah loh jinawi namun sekarang semua seakan
tinggal kenangan. Di musim kemarau, sawah-sawah puso dan banyak dari saudara
kita yang kekeringan sehingga kesulitan mendapatkan air, walau hanya sekedar
untuk minum. Namun di musim hujan kondisi ternyata tidak berubah, sawah-sawah
tetap saja banyak yang puso dan banyak dari saudara kita yang menderita, bukan
karena kekeringan namun karena kebanjiran, tanah longsor atau lainnya.
Mungkinkah ini sebagai bukti nyata
bahwa air hujan yang sedianya membawa keberkahan, kini tidak lagi membawanya,
namun sebaliknya membawa murka Allah Azza wa Jalla. Tentu semua ini terjadi
karena ulah tangan kita, kekufuran, kemunafikan, dan kemaksiatan yang kian hari
semakin meraja-lela.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar
Ruum: 41).
Saat ini, kita sebagai penduduk dunia
tengah merasakan dampak dari ulah tangan kita sendiri, kekeringan, banjir, dan
tanah longsor, terjadi di mana-mana. Walau demikian, kita tidak segera
menyadari kesalahan, dan bahkan terus mencari kambing hitam atas petaka yang
menghimpit. Bukannya mengakui bahwa kerusakan iman, akhlak, dan mentalitas kita
adalah biang segalanya. Namun kita malah mengkambing hitamkan alam, sehingga
dengan hati yang dingin kita berkata, “Pemanasan global atau ungkapan serupa.”
Keserakahan telah mendorong kita untuk
bersikap membabi buta, menghalalkan segala macam cara dan memanfaatkan kekayaan
alam dengan cara-cara yang tidak bertanggung jawab. Keserakahan ini terjadi
karena adanya kepanikan dalam urusan rezeki. Kita menduga bahwa bila tidak
membabi buta maka tidak mungkin bisa menikmati kekayaan, atau akan digilas oleh
roda kehidupan yang terus berputar.
Andai kita dapat menangkap berbagai
pelajaran yang telah Allah Ta’ala sisipkan pada berbagai kejadian di sekitar
kita niscaya petaka tidak akan mengimpit kehidupan kita. Rezeki Anda hanya Anda
yang dapat menikmatinya, dan tidak mungkin ada kekuatan yang dapat merampasnya
dari mulut Anda. Sebagaimana Anda pun tidak akan kuasa merampas rezeki saudara
Anda, atau mendatangkan rezeki yang bukan milik Anda.
إن هذا المال خضرة حلوة، فمن أخذه بسخاوة نفس، بورك له فيه، ومن أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكالذي يأكل ولا يشبع متفق عليه
“Sesungguhnya harta ini bak bauh yang segar lagi manis. Barangsiapa yang
mengambilnya dengan tanpa ambisi (tanpa serakah atau atas kerelaan pemiliknya),
niscaya hartanya tersebut diberkahi. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan
penuh rasa ambisi (rakus), niscaya hartanya tersebut tidak diberkahi, dan
permisalannya bagaikan orang yang makan namun tidak pernah merasa kenyang." (Muttafaqun 'alaih).
Tulisan: Ust. Dr. Muhammad Arifin Badri
(Indonesia)
0 comments:
Post a Comment